Per hari ini 28 Juni 2018, nilai IHSG turun ke level 5667. Jika dibandingkan dengan awal tahun 2018 lalu dengan nilai IHSG 6366, maka tercatat telah turun 11%. Dan jika dibandingkan dengan posisi IHSG tertinggi (yang terjadi pada Februari 2018) dengan nilai 6693, maka tercatat telah turun 15%. Wajar para investor saham di Bursa Market Indonesia mengalami panik, cemas, takut, kuatir, atau stress. Tulisan ini akan membahas bagaimana sebaiknya investor bersikap atas kejatuhan harga saham atau market crash (crisis) tersebut.
Namun sebelum membahas itu, mari kita lihat data-data yang lebih dramatis. Lihat tabel historical IHSG sejak tahun 1985 sampai 2016. Berikut ini data penurunan IHSG yang sangat besar:
- Tahun 1991, IHSG turun 41%
- Tahun 1994, IHSG turun 20%
- Tahun 1997, IHSG turun 37%
- Tahun 2000, IHSG turun 38%
- Tahun 2008, IHSG turun 51%
- Tahun 2015, IHSG turun 12%
Dan silahkan lihat juga historical grafik IHSG sejak tahun 1992 sampai June 2017 berikut ini:
Dari grafik 1 di atas, lihat tahun-tahun setelah kejatuhan market. Tidak berapa lama kemudian pasti akan diikuti dengan pemulihan (recovery) market. Harga-harga saham akan naik tinggi setelah market mengalami krisis.
- Setelah krisis tahun 1991 (saham turun 41%), tahun berikutnya (1992) naik 11% dan tahun berikutnya (1993) naik 115%.
- Setelah krisis tahun 1994 (saham turun 20%), tahun berikutnya (1995) naik 9% dan tahun berikutnya (1996) naik 24%.
- Setelah krisis tahun 1997 (saham turun 37%), dua tahun berikutnya (1999) naik 70%.
- Setelah krisis tahun 2000 (saham turun 38%), tiga tahun berikutnya (2003) naik 63% dan diikuti rally di tahun-tahun berikutnya.
- Setelah krisis tahun 2008 (saham turun 51%), tahun berikutnya (2009) naik 87%
- Setelah krisis tahun 2015 (saham turun 12%), tahun berikutnya (2016) naik 15% dan tahun berikutnya (2017) naik 20%
Mengapa krisis dan siklus pergerakan harga itu terjadi? Ini tak lepas dari siklus ekonomi yang tengah terjadi, di mana market saham itu adalah salah satu bagian dari sistem ekonomi dunia. Silahkan baca artikel Cara Kerja Sistem Ekonomi dan Keuangan, beserta Siklus dan Potensi Keuntungan untuk Investor.
Investor Jangka Panjang tidak Perlu Khawatir
Pelajaran pentingnya adalah, setelah kejatuhan market pasti akan diikuti dengan kenaikan harga-harga saham yang tinggi. Buat investor dengan timeframe jangka panjang, peristiwa-peristiwa kejatuhan market seperti ini mestinya tidak mengkhawatirkan karena dalam jangka panjang kinerja market pasti naik.
Dari analisa Keuntungan Investasi Saham di Bursa Indonesia dari Tahun ke Tahun, terlihat bahwa rata-rata kenaikan harga saham Indonesia (IHSG) adalah 16%. Dan jika investor bisa memanfaatkan peluang dari krisis, di mana membeli saham ketika market sedang jatuh (misalnya tahun 2000) maka kinerja harga saham di akhir tahun 2016 adalah 19% per tahun. Hasil yang luar biasa. Apalagi ditambah dengan dividen yield yang sebesar 2%.
Jadi investor tidak perlu panik, cemas, takut, kuatir, atau stress. Selama time frame investasinya adalah jangka panjang, dan mendasarkan pilihan saham pada perusahaan-perusahaan yang berfundamental bagus (kuat). Malah sebaliknya, investor justru bisa memanfaatkan peluang untuk mendapatkan harga-harga saham yang lebih murah. Waktu yang terbaik untuk value investing.
Bagaimana Strategy Investasi di Masa Krisis ketika Harga Saham Jatuh?
Secara umum ada dua strategi. Strategi pertama adalah menunggu. Menunggu sampai kepanikan market selesai. Ketika harga-harga saham sedang berjatuhan, itu bisa diibaratkan pisau yang sedang jatuh. Membeli harga saham yang sedang jatuh, itu bisa diibaratkan menangkap pisau yang jatuh. Bisa berbahaya, tangan akan terluka.
Oleh karena itu, tunggu sampai harga saham stabil, setelah itu baru membelinya. Ibaratnya, tunggu sampai pisau jatuh di tanah dan diam, setelah itu baru mengambilnya. Namun yang terjadi tidak semudah itu. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi di masa depan. Kita tidak tahu di mana dasarnya (harga saham terendah) dan kapan itu terjadi. Namun berdasarkan pengalaman-pengalaman masa lalu, kepanikan di market itu akan ada selesainya. Ini bisa dilihat dengan harga-harga saham yang cenderung lebih stabil di harga bawah tersebut, yang dalam bahasa analisa teknikalnya disebut sebagai sideways after crash.
Strategi kedua, membeli dengan cara mencicil. Misalnya setiap harga saham turun 5%, investor menambah lagi pembelian saham. Cara ini disebut sebagai Averaging Down. Yang perlu dihindari adalah langsung memborong saham ketika melihat harga sedang jatuh. Arti memborong di sini adalah membelanjakan semua uang (uang cash yang tersedia untuk investasi) untuk membeli saham. Jadi istilah memborong di sini bukan karena nominalnya (besar atau kecil) tapi lebih kepada porsi (persentase) uang yang dibelikan saham. Mengapa memborong di sini sebaiknya dihindari? Karena kita tidak tahu, apakah harga saham yang sedang jatuh ini akan bisa jatuh lebih dalam lagi? Kalau harga jatuh lebih dalam lagi, maka kita tidak punya lagi dana untuk membeli saham dengan harga yang lebih murah lagi (istilahnya disebut sebagai lost opportunity).
Lost opportunity sebenarnya bukanlah sebuah kerugian yang nyata, selama investor selalu mendasarkan pembelian saham berdasarkan analisa fundamental, di mana saham dibeli ketika memberikan Margin of Safety (MOS) yang cukup. Jadi baik membeli saham dengan cara mencicil maupun cara memborong (lump-sum) mesti tidak lepas dari guidance Kapan Waktu yang Tepat Untuk Membeli Saham.
Saham Blue Chip Memberikan Peluang Terbaik di Masa Krisis
Banyak yang bertanya, saham-saham apa yang direkomendasikan untuk dibeli ketika market jatuh? Saya tidak memberikan rekomendasi, namun saya punya opini berdasarkan pengalaman dan pengamatan terhadap peristiwa-peristiwa masa lalu. Biasanya, saham-saham blue chip akan mengalami recovery (kenaikan harga saham) yang lebih cepat daripada saham-saham non blue chip.
Ketika terjadi krisis, umumnya saham-saham blue chip lebih tahan dan kuat. Dalam arti, jatuhnya harga saham tidak separah saham-saham non blue chip lainnya. Jadi memberikan bantalan keamanan yang cukup buat investor, karena fundamental bisnis perusahaan sangat kuat. Memang buat investor defensif, saham-saham blue chip menjadi pilihan utama portfolio.
Dan bila saham-saham blue chip turun ketika krisis, maka saham-saham ini yang akan recovery duluan. Makanya banyak investor yang merasa, bahwa waktu yang tepat untuk membeli saham-saham blue chip adalah ketika market sedang jatuh. Karena ketika pasar sedang normal, sangat jarang saham blue chip turun tajam, kecuali sedang ada isu besar ataupun masalah fundamental yang serius.
Prinsip Umum Kebahagiaan Investor – The Wisdom
Investor saham itu akan selalu bahagia. Bahagia ketika market bullish, ketika harga-harga saham sedang naik, karena itu berarti nilai investasi tumbuh dan bertambah besar. Dan tetap bahagia ketika market krisis (bearish/crash), ketika harga-harga saham sedang jatuh, karena itu berarti peluang yang besar untuk menambah jumlah pembelian saham.
Dengan catatan, selalu memilih saham-saham dari perusahaan yang berfundamental kuat. Dan selalu sadar untuk tetap melakukan analisa dengan baik dan benar.